Bandar Lampung-Para buruh dan supervisi/pimpinan unit kerja (PUK) pelabuhan Panjang mengeluhkan tarif upah buruh minim atau jauh di bawah standar. Mereka menuntut agar tarif upah dievaluasi.
Munculnya desakan akan tarif upah tersebut dikarenakan para perusahaan bongkar muat (PBM) dan pemilik barang tidak mematuhi kesepakatan bersama, sebagaimana tertuang dalam ketentuan Keputusan Menteri (KM) Perhubungan No. 35 tahun 2007.
Oleh karena itu Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Pelabuhan Panjang, bersama DPC Khusus Federasi Serikat Pekerja Transportasi Indonesia (F-SPTI) akan mendatangi para pembina yakni Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Panjang, serta Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) juga Dinas Koperasi dan lainnya untuk duduk bersama membahas kembali kesepakatan mengenai tarif upah buruh tersebut.
“Kami sudah rapatkan apa yang menjadi tuntutan para supervisi/PUK. Tuntutan mereka mengenai tarif upah buruh sudah pernah disepakati APBMI dengan Koperasi dan PBM, kesepakatan itu banyak yang tidak dijalankan, hal ini saya nilai disebabkan adanya persaingan harga para PBM, sehingga pemilik barang tidak patuh aturan, akibatnya buruh lah yang dirugikan,” ujar Ketua Koperasi TKBM Pelabuhan Panjang, Agus Sujatma Surnada, usai rapat di Swiss-belhotel Lampung, Senin (31/05/2021).
Menurutnya, soal tarif upah tersebut sudah pernah ada kesepakatan dengan Apindo, mereka minta tarif upah buruh sesuai dengan aturan yang berlaku.
“Standar upah masing-masing volume memang berbeda, contoh dalam bungkil bisa mencapai Rp12 ribu per tonase. Faktanya di lapangan tidak sesuai. Maka dari itu, bilamana PBM tidak menjalankan sesuai kesepakatan maka sanksinya, PBM tidak akan mendapatkan pelayanan bongkar muat di Pelabuhan Panjang,” tegasnya.
Untuk menyatukan persepsi tersebut, para PBM dan pemilik barang harus mematuhi aturan sesuai dengan aturan KM-35. “Kalau tidak dijalankan itu ada sanksi pidananya, jika masih bersikeras kami akan bawa ini ke ranah hukum. Rencananya, nanti para PBM akan kita undang, kan mereka punya wadah APBMI, nanti kita minta KSOP untuk mengundang pembina, lalu kita usulkan ke Pelindo. Saya khawatirkan APBMI tidak sinkron, dengan kesepakatan mengenai standar kenaikan tarif upah buruh ini, saya khawatirkan buruh akan istirahat sejenak,” ungkapnya.
Sementara, Ketua Badan Pengawas (BP) Koperasi TKBM Pelabuhan Panjang, Eriza mengaku sepakat akan standarisasi kenaikan tarif upah buruh tersebut.
“Kalau BP kami mendukung penyesuaian tarif upah distandarkan sesuai aturan KM- 35. Karena ini untuk kesejahteraan para buruh yang juga sebagai anggota koperasi,” ujarnya.
Senada juga Ketua DPC Khusus F-SPTI Pelabuhan Panjang, Ghojali menjelaskan, jika pihaknya disini bukan ingin mengintimidasi. Namun, dasarnya adalah aturan KM-35 dan juga sudah pernah ada kesepakatan mengenai tarif upah buruh pelabuhan.
“Bagaimana caranya kesepakatan ini bukan abal-abal bukan hanya sekedar opini semata, semua tertuang dalam perjanjian. Namun, fakta yang diterima buruh realisasinya tarif upah buruh jauh dari harapan, maka dengan ini kami akan duduk bersama dengan Pelindo. Suara mereka (buruh) akan kita perjuangkan,” tandasnya. (*)